Rabu, 12 Agustus 2015

Yosua Tiong Siang

NAMA ASLI : YOSUA
NAMA KECIL : TIONG
TTL : OLUNG NANGO, 27 JULI 1998
TEMPAT TINGGAL : PURUK CAHU, MURUNG RAYA
SUKU : SIANG, DAYAK NGAJU, DAYAK DUSUN, MURUNG.
CITA-CITA : BUPATI MURUNG RAYA

  Yosua Tiong Siang adalah seorang Suku Dayak Siang yang dilahirkan di Desa Olung Nango pada tanggal 27 Juli 1998 dengan nama Yosua, dan nama kecilnya Tiong. Dilahirkan dari pasangan bernama Yuhadi dan Marheni. Ayahnya, Yuhadi adalah seorang yang berkerja sebagai penyenso dan pengumpul batu, serta juga sebagai petani karet. Ayahnya adalah Suku Dayak Siang asli yang berasal dari Desa Olung Nango/ Soko. Bapak dari ayahnya bernama Ruben (anak dari Kotun, Kotun adalah anak Kaputok), sedangkan ibu dari ayahnya/Kakek adalah Suwidah/Nenek, dari Desa Mangkunjung. Ibunya, Marheni bekerja sebagai ibu rumah tangga yang juga kadang bekerja serabutan untuk memenuhi keperluan hari-hari meringankan beban keluarga. Ibunya lahir di Desa Tumbang Kunyi dari ayah bernama Martinus Hermen Binti (Suku Dayak/berasal dari Desa Taliu, anak dari Alm. Hermen Binti dan Alm.Herna Nyaring/Tbg. Mahuroi). Sedangkan nama Nenek dari ibu/ibu dari ibu adalah Liwung (Tbg. Bana).
        Sehari-harinya terkadang dipanggil dengan nama Joshua, Yos, Sua atau Tiong. Pada masa kanak-kanak sempat mengikuti Sekolah Taman Kanak-kanak, namu tidak sampai Tamat, kemudian bersekolah dasar di SDN Tumbang Nango, lalu pindah sekolah ke SDN Beriwit 3, Puruk Cahu pada saat memasuki kelas II Sekolah Dasar. Di sekolah tersebut dia merupakan siswa yang terbilang sedang-sedang saja, namun dalam peringkat dikategorikan cukup pintar di Sekolahnya karena selalu mendapat peringkat sepuluh besar, bahkan pernah mendapat peringkat pertama. Kemudian, pada saat tamat dari sekolah dasar, dia melanjutkan ke Tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Murung, Puruk Cahu. Selama di Sekolah tersebut, dirinya terbilang sebagai siswa yang cukup pandai, pernah juga meraih peringkat pertama saat kelas VIII, dis juga pernah mengikuti perlombaan seperti FLS2N dan OSN setingkat SMP di Palangkaraya, walau hasilnya kurang memuaskan karena keterbatasan persiapan dari pihak pembina, dia hanya keluar sebagai Juara Harapan III. Sekolah Menengah Atas ditempuhnya di SMAN 1 Murung Puruk Cahu, dan pernah menjuarai beberapa perlombaan akademik,maupun non-akademik, seperti Juara I Mewakili sekolah beserta dua kaka kelas pada ajang lomba KNPI 2012, Juara I pidato Bahasa Inggris Temu Osis 2014, Juara II OSN Kabupaten 2014, Juara Harapan III Putra Putri Pariwisata Murung Raya 2014,  Juara "The Best Couple" pada pemilihan mr. dan miss valentine dan Juara III Audisi Penyiar berbakat Radio Swara Murung Raya yang membuatnya diterima sebagai penyiar di slah satu radio lokal di Kab. Murung Raya tersebut untuk mengisi program bahasa Daerah. 
        Setelah tamat dari Sekolah Menengah Atas, dirinya sempat mendapatkan beasiswa untuk perguruan tinggi jalur bidikmisi, namun dibatalkan olehnya karena telah mendapatkan pekerjaan sebagai penyiar radio. Karena bakat dalam bahasa Inggris, dirinya pernah bekerja sebagai Assistent Kelas Pada Pelatihan bahasa Inggris Yayasa Agaphe Banjarmasin oleh Ibu Risforgawati dan Bapak Dedy Setianto serta juga Administrasi pada saat pelatihan bahasa Inggris yang diadakan BP3AKB di Murung Raya pada Tahun 2015. Sempat tinggal di Banjarmasin bersama dengan Ibu Risforgawati dan Bapak Dedy Setianto dari Yayasan Agaphe BJM dan akan di latih untuk menjadi salah satu instruktur di yayasan tersebut. Namun, kenyataan berkata lain, bapaknya tidak menyetujui hal tersebut dan membatalkan niatnya saat hendak pindah ke Banjarmasin. Akhirnya, dirinya mencari pekerjaan lain dan diterima sebagai Staff Administrasi salah satu lembaga Kursus dan Pelatihan di Kab. Murung Raya yaitu LKP Butterfly pimpinan bapak Hariyono, S.Pd selama kurang lebih lima bulan, kemudian diangkat menjadi salah satu instruktur bahasa Inggris selama kurang lebih tiga bulan. Kemudian dirinya mengundurkan diri dikarenakan mau berfokus dengan tugasnya sebagai penyiar di Radio Lokal SMURA milik pemerintah Murung Raya, dan juga dikarenakan pada saat itu dirinya harus rela melepas tugas sebagai instruktur adalah pada tanggal 10 Februari dirinya menikahi seorang wanita asal Desa Tabulang yang bernama Esa Natalia. Untuk saat ini dirinya hanya berfokus sebagai penyiar Radio.
        Memiliki hobi atau kegemaran membaca buku, mengarang puisi dan pantun, mempelajari berbagai bahasa asing, dan menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa Dayak Siang. Cita-citanya ialah ingin memejukan wilayahnya dan  juga menjadi seorang pemimpin yang jujur, karena selama ini dirinya prihatin akan kebanyakan penguasa yang terjerat kasus-kasus yang sangat mencoreng wibawa mereka sekaligus menyengsarakan masyarakat. Pegangan dalam kehidupannya adalah "Mengandalkan TUHAN" dan salah satu kata-katanya adalah "Selama masih dapat melihat birunya langit dan pandangan masih dapat kedepan, takkan ada hal yang mustahil asal kita yakin dan jangan putus asa, serta andalkan TUHAN".

Sabtu, 27 Juni 2015

Yosua Tiong-Sejarah Suku Dayak Siang

      Anda mungkin baru pernah mendengar tentang suku ini. Jika suku Dayak anda pasti sudah tidak asing lagi, dalam pemikiran anda pastilah suku pedalaman Kalimantan dengan keadaan primitif, atau suku dengan budaya memotong kepalanya (Ngayau) dan memiliki rumah panjang, ya itu dulu benar. Tapi, kini orang Dayak tidak seperti itu, namun saya tidak membahas hal tersebut melainkan hanya suku Dayak Siang.
       Siapakah suku Dayak Siang, Ot Siang, atau yang disebut Suku Siang ini?....
       Ya, beruntung anda membaca tautan ini..


       Suku Dayak Siang ialah suku asli Pedalaman Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Murung Raya. Kalau suku Kahayan, Bakumpai dan Dayak kebanyakan bermukin dibantaran sungai, lain halnya dengan Suku Siang ini. Kebanyakan penduduk Suku Siang bermukm di pegunungan dan pedalamn hutan yang disebut perkampungan atau LO WU. Suku Dayak Siang terbagi dua Sub Suku, Yaitu Siang Murung, yaitu seperti suku Dayak lainnya tinggal di pesisir dan Bantaran sungai, sedangkan satunya lagi, yaitu Siang Son dang adalah suku Siang yang saya sebutkan diatas, saat ini popuasi suku Siang di Murung Raya baik Murung Maupun Son dang sekitar 80.000 jiwa yang tersebar di 10 Kecamatan yang ada di Kabupaten Murung Raya.


        Sejarah Daan Asal Usul....

        Suku Dayak Siang atau Suku Siang adalah Suku yang menurut sejarah berasal dari Yunnan, China selatan yang berpindah tempat ke Nusantara pada Gelombang pertama.  Dalam kesusasteraan suku Dayak Kalimantan Tengah ,di mana orang Dayak Siang sangat percaya bahwa suku-suku yang dikalimantan itu dicipta langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang dalam bahasa Sangiang orang Dayak yang masih mempertahankan keyakinan leluhurnya dengan ketat yaitu agama Kaharingan; dan sang pencipta itu di kenal dengan nama Ranying Hattala Langit Panganteran Bulan Raja Tuntung Matanandau (Raja dari segala Raja yang berkuasa atas Bulan dan Matahari) yang tinggal di lewu tatau habaras bulau habusung hintan(kampong kebahagiaan yang berlimpahkan emas permata ;kampong yang kekal tanpa ada penderitaan);Marko Mahin ;menyelami Kaharingan.
Dari manusia-manusia yang mendalami pulau Kalimantan saat ini ,di yakini  bahwa orang Dayak itu keturunan raja telu yaitu keturunan Maharaja Bunu,Maharaja Sangen dan MaharajaSangiang yang mana dalam penitisan langsung dari Tuhan Yang Maha Esa . asal-usul Suku Dayak, meskipun masih terlihat adanya perbedaan-perbedaan pendapat. Akan tetapi, bagi penganut Agama Hindu Kaharingan yang dikemukakan oleh Riwut (1993; 2003), sesuai Tetek Tatum, orang Dayak Siang berasal dari langit ketujuh yang diturunkan ke bumi dengan menggunakan Palangka Bulau oleh Ranying Hatalla langit di empat tempat, yaitu:
(1) di Tantan Puruk Pamatuan, yang terletak di hulu Sungai Kahayan dan Barito,
(2) di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting, yang terletak di sekitar Bukit  Raya,
(3) di Datah Tangkasing hulu Sungai Malahui, yang terletak di daerah Kalimantan Barat, dan

(4) di Puruk Kambang Tanah Siang, yang terletak di hulu Sungai Barito.

         
Bagi orang Dayak, makna hidup tidak terletak dalam kesejahteraan, realitas, atau objektivitas seperti dipahami oleh manusia modern, tetapi dalam keseimbangan kosmos. Kehidupan itu baik apabila kosmos tetap berada dalam keseimbangan dan keserasian. Setiap bagian dari kosmos itu, termasuk manusia dan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban memelihara keseimbangan semesta. Peristiwa-peristiwa mistis bagi orang Dayak adalah realitas transcendental, artinya objektivitas mistis jelas ada pada lingkungan hidup, flora, fauna, air, bumi, udara dan sebagainya, dimana makna religi dari lingkungan sekitar ini dilihat baik dari segi objektif maupun subjektifnya (Ukur, 1994).

Bahwa kehidupan suku-suku Dayak sejak jaman dulu telah diwariskan kepada generasi ke generasi dengan memelihara suatu hubungan pertalian kekeluargaan yang menggambarkan adanya hubungan yang tidak terputus tentang asal usul seseorang dengan alam, dimana dalam pergaulan kehidupan sehari-harinya bersikap dan bertindak sebagai satu
kesatuan baik dalam hubungannya dengan alam kebendaan (natural) maupun alam sekeliling yang tidak kelihatan (supra natural).

Di sekitar dan di dalam Kawasan wilayah atau daerah yang di tetapkan sebagai wilayah orang Dayak Siang  diyakini masih terdapat banyak daerah-daerah yang dapat menopang kehidupan mereka baik secara fisik dan rohani, oleh karena itu sering dijumpai ekspresi permohonan keselamatan dan kesejahteraan hidup yang diwujudkan dengan sesaji-sesaji pada dan di sekitar pohon-pohon besar dan lingkungan yang agak spesifik yang merupakan simbol-simbol kehidupan masyarakat Dayak.
          
Dalam penitisannya manusia pertama di namakan Antang Bajela Bulau, seiring masa dan waktu dari sejarah tetek tatum (zaman masa ratap tangis) yaitu zaman manusia sekarang yang hidup utidak pernah jujur pada dirinya sendiri apa lagi pada alam ,lingkungan yang menopang kehidupanya,dan  oleh pengaruh budaya budaya luar yang tidak semestinya di konsumsi malah membuat  jebakan sendiri atas budaya uang tunai yang menyebabkan hilangnya memori social mereka di mana zaman dulu orang partisipativ (pilar-pilar Budaya Rumah Betang) / Thomas Wanly;Identitas Masyarakat Adat Dayak yang terkoyak ,hingga budaya konsumtip itu menjadi sebuah budaya baru yang sulit di hilangkan lagi.
        
Dayak siang adalah sub etnis suku dayak yang sebarannya di Kalimantan tengah yaitu antara kecamatan Laung Tuhup,Barito Tuhup Raya ,Murung dan Tanah Siang atau di daerah Puruk Cahu dan sungai Laung dan sungai Bomban juga di sungai Babuat.
         
Menurut  sejarah Dayak siang merupakan salah satu suku yang di turunkan oleh Ranying Hattala Langit di Puruk Kambang Tanah Siang sekitar wilayah desa Oreng Kecamatan Tanah Siang Selatan,kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah yang diturunkan dengan Palangka Bulau. Dayak siang sebenarnya ada dua yaitu Siang dan Murung; dimana yang Murung kebanyakan yang mendiami daerah pinggiran sungai Berito dan sungai Bomban, dan Yang siang nya tersebar di tanah Siang,sungai Laung, dan sungai Babuat.
         
Dayak Siang pertmana kali lahir di lowu Korong Pinang dari pasangan suami –istri Langkit  (suami)dan Mongei(istri) lama kelamaan Orang Siang dan Murung juga berkembang di Lowu Tomolum (desa Tamorum sekarang)yang juga merupakan tempat atau perkampungan para Sangiang atau para dewa yang luhur dan suci.

Lowu Korong pinang dan lowu Tamolum adalah dua lowu (kampong)yang bergaul sangat akrap dan mempunyai komonikasi budaya dan adat istiadat yang sangat berkembang dan beragam.Dan ada seorang Turunan dari Langkit dan Mongai yang bernama Tingang Ontah yang diambil oleh Dewa Dalung serta dibawa kelangit untuk belajar hukum adat,yang  sekarang diberlakukan dan ditaati oleh seluruh turunan Dayak Siang, yang mana inti dari  ajaran nya yang terutama bagai mana hubungan manusia dengan sesama dan alam sekitarnya  untuk menyelamatkan tempat-tempat yang secara adat dilindungi/tidak boleh diganggu, seperti: Tajahan/Pahewan, Kaleka, Sepan dan lain sebagainya, serta konservasi kawasan ini juga akan dapat membantu masyarakat untuk mempertahankan prinsip-prinsip predikat Manusia Garing dan Manusia Tingang, dimana Manusia Garing dan manusia Tingang tersebut menurut (Ilon, 1990/1991) merupakan manusia yang bertugas selaku pengurus lingkungan dalam Garis-garis Besar Belom Bahadat (Norma Kesopanan) terhadap unsur flora, seperti: Ma`ancak, Manumbal/Manyanggar, dan sebagainya, serta terhadap unsur fauna, seperti:Mampun/Mahanjean, Ngariau/Ngaruhei, dan lain-lain yang menyangkut ritual budaya seperti Tiwah dan lain sebagainya.

Dijelaskan lebih jauh, selaku pengurus lingkungan hidup (bukan penguasa), maka manusia mengurusi 5 (lima) unsur yang terdiri dari: unsur flora, fauna, sesama manusia, para arwah dan roh-roh gaib, dimana makhluk manusia, terdiri dari tiga unsur, yaitu: (jiwa/sukma bereng (jasad), hambaruan) dan salumpuk (roh). Oleh karena manusia mengurus ke-ima unsur tersebut, maka prinsip pelayanan sebagai wujud kesopanan, memerlukan ruang dan waktu yang tepat dan sesuai
      
Dan ada seorang tokoh yang bernama Cahawung terjatuh Ponyangnya (Jimat)diatas yang berada di hulu sungai Tingon (anak sugai Bantian) yang mana bukit tersebut di namakan Puruk Batun Ponyang.Ditempat yang sama ada kejadian yang menimpa seorang Dewa bernama Oling,ia terluka tangannya terkena Mandau (senjata khas Dayak/ besi buatan manusia) dan darahnya tak bisa berhenti keluar,lalu genangan darahnya berubah menjadi Lawang (danau) yang sekarang disebutLawang Kelami,yang letaknya antara Desa Tomolum dan desa Mongkolisoi.Hal tersebut menyebabkan para dewa–dewi yang yang mendiami desa Tomolum pindah k eke lowu Uut Sungoiyang di namakan Sungoi Cahai Langit.Smpai sekarang masih adabukti yaitu sebuah bukit yang dinamakan Keleng Lunjan yang dapat dilihat di Lowu Tokung di bukit Tokung ini bila di gali tanahnya akan ditemukan pecahan –pecahan guci.

Lowu Korong Pinang kemudian berkembang dan berpindah ke Lowu Dirung Jumpun,dari sini berpindah lagi ke LOwu Pina Lunuk atau Lowu Olung Owuh,pindah lagi ke Lowu Olung Mohoikemudian pindah lagi ke lowu Bangan Tawan, Adapun lowu Tomolum juga mengalami beberapa kali perpindahan yaitu ke Lowu Lawang Ulit Bakoi,Siwo,lalu ke Lowu Haju,lalu ke Datah Lahung,lowu Kalang Sisu,lowu Kuhung Apat,dan likun Puan dan kembali lagi ke Datah lahung.
       
Kata-kata Dayak “SIANG’ berasal dari sejarah yang berawal di Sungai Mantiat .Dihulusungai ini ada sebuah pohon yang dibri nama “SIANG” dan kayu ini kemudian tua rebah dan lapuk dan bekas tumbangnya pohon ini kemudian menjadi aliran sungai yang mengalir kesungai Mantiat Pari di desa Mantiat Pari sekarang. Orang yang hidup di Lowu Korong Pinang menggunakan air sungai yang berasal dari pohon siang ini,mereka ini kemudian di sebut Dayak Siang.Suku Dayak Siang ini kemudian berkembang membentuk beberapa perkampungan baru dan berpencar di beberapa tempat hingga sekarang ini.sedangkan kampong atau Lowu sejarah asal usul mereka adalah Lowu Tomolum  yang ada sampai sekarang atau desa Tambelum ,Desa ini ada jauh sebelum zaman Belanda  dan sebelum adanya Negara Republik Indonesia ini.

Tapi apa yang sebenarnya kita anggap sebagai Tanah Keabadian sejak masuknya  investasi atas nama pembangunan, daerah-daerah ini yang kita anggap sacral dan lambang jiwa manusia Dayak telah di hancurkan oleh kapitalis  yang mana kawasan tersebut yang melimpah akan emas nya telah menjadi kubangan-kubangan raksasa dan tempat pembuangan tailing zat-zat beracun oleh PT.INDOMORO KENCANA STRAIT , PT.ANTANG MURA PERKASA  dan para Pengusaha Group Broken Hill Property Billiton , yang juga Grup  Gunung Bayan Reseurcys yang perlahan tapi pasti akan membunuh orang –orang dayak Siang  selain Tanah dan sumber-sumber kehidupan yang bergantung pada alam dan hutan di rampas atas nama kebijakan investasi pembangunan. (*)

(dari berbagai sumber dan observasi.)

Mengenal Suku, Asal-usul dan Sejarah Suku Siang

        Anda mungkin baru pernah mendengar tentang suku ini. Jika suku Dayak anda pasti sudah tidak asing lagi, dalam pemikiran anda pastilah suku pedalaman Kalimantan dengan keadaan primitif, atau suku dengan budaya memotong kepalanya (Ngayau) dan memiliki rumah panjang, ya itu dulu benar. Tapi, kini orang Dayak tidak seperti itu, namun saya tidak membahas hal tersebut melainkan hanya suku Dayak Siang.
       Siapakah suku Dayak Siang, Ot Siang, atau yang disebut Suku Siang ini?....
       Ya, beruntung anda membaca tautan ini..


       Suku Dayak Siang ialah suku asli Pedalaman Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Murung Raya. Kalau suku Kahayan, Bakumpai dan Dayak kebanyakan bermukin dibantaran sungai, lain halnya dengan Suku Siang ini. Kebanyakan penduduk Suku Siang bermukm di pegunungan dan pedalamn hutan yang disebut perkampungan atau LO WU. Suku Dayak Siang terbagi dua Sub Suku, Yaitu Siang Murung, yaitu seperti suku Dayak lainnya tinggal di pesisir dan Bantaran sungai, sedangkan satunya lagi, yaitu Siang Son dang adalah suku Siang yang saya sebutkan diatas, saat ini popuasi suku Siang di Murung Raya baik Murung Maupun Son dang sekitar 80.000 jiwa yang tersebar di 10 Kecamatan yang ada di Kabupaten Murung Raya.


        Sejarah Daan Asal Usul....

        Suku Dayak Siang atau Suku Siang adalah Suku yang menurut sejarah berasal dari Yunnan, China selatan yang berpindah tempat ke Nusantara pada Gelombang pertama dan dikategorikan Ras Melayu Tua. Namun untuk suku Siang kategori ini tidak sesuai, karena suku Dayak Siang yang asli (totok) dan belum bercampur darah antrsuku memiliki ciri fisik Ras Mongoloid, misalnya tinggi badan antara 160-175 Cm, warna kulit kuning hingga putih, mata kecil dan sipit, rambut lurus berwarna hitam, sehingga yang sesuai penggolongannya adalah Ras Neo-Mongoloid.
         Menurut Tetek Tatum, Suku Siang diturunkan dari langit Ketujuh oleh Ranying Hatala Langit atau Tuhan Yang Maha Esa yang mereka sebut MOHOTARA. Menurut legenda tersebut juga suku Siang ini diturunkan didaerah Murung Raya. 
         Suku Dayak Siang memiliki budaya yang hampir sama dengan Suku Dayak pada umumnya, misalnya pada acara Penikahan, Kematian, penyembuhan dan lain sebagainya. Suku Siang memiliki agama asli yang disebut agama Soun atau kaharingan. Suku Siang sekarang banyak pula yang memeluk agama Kristen baik Khatolik atau pula Protestan, bahkan islam. Namun, dalam prakteknya mereka masih menjalankan adatnya, seperti jika ada yang sakit, meskipun menganut agama yang ada sekarang, masih saja menjalani ritual Ba-Lian.
         Suku Siang yang asli yang belum bercampur (kawin) dengan  suku-suku luar lainnya kebanyakan memiliki ciri fisik oriental, kebanyakan memiliki kemiripan dengan orang Tiong Hoa. 
         Suku Siang memiliki adat leluhur yang disebut "Nganyo/Ngayau", namun budaya ini telah lama dibuang dikarenakan sudah tidak relevan. Rumah adat Dayak Siang disebut Betang, yang dibangun dengan tujuan menghindari binatang buas dan serangan suku lain.
         Suku Siang merupakan kerabat dari Suku Ot Danum yang kebanyakan bahasanya memiliki kesamaan dengan kosakata Bahasa Siang.


Contoh Bahasa Dayak Siang :
Menanyakan Identitas

Siapa Namamu?  Ome Ara'm?
Namaku Cohen. Arangku Yoh Cohen.

Menanyakan Kabar

Bagaimana Kabarmu? Ome Tarung ? / San moh tarung ? / Pio Pai Iko ? 
aku baik-baik saja. Pio leh.
Aku sangat baik. Mentong ko pio kuh.



Kosakata:

Kemana : Hia Moh
Dimana : Nyan Moh
Kemari : Han toy
Kosong : Bu hang
Baik : Pio
Apa : Ome
Malah : Miuh Sen
Kenapa : Kura, Arai
Kapan : Yaharai
Alangkah : Men tong
Kasihan : Sasi
Melihat : Noto
Siapa : Ome (~Beti eh)
Mengatur : Nongkorong
Nah : Noy
Hilang : Nihou
Belari : Takoru
Tenggelam : Dotong
Nenek Moyang : Tatu Hiang
Tidak : Aroko, Aroh
Benci : Luon
Miring : Men Cang
Kabur : Buhou
Kami Berdua : Karo
Jiwa : Songa
Roh : Morua
Kurus  Nyuang
Ya begitulah : Bat Boh
Bau : Buan
Terjebak : Kun tong
Tersendak : Tosirak
Tak sengaja: soro
Terlihat : Tonoto
Membawa : Mehen
Ringan : Mo hian
Sanggup : Lian
Mual pusing : Suang Saong



Contoh kalimat:

Aku tak melihatnya kemari barusan.
Roko kunoto are han toy nin.

Alangkah kasihan dia, luka kakinya.
Mentong kosasi are, dingan paai.

Aku tak mengenalnya.
Roko kusono are non.

Apakah kau sanggup?
Lia'm pai?

Entahlah.
Naoy ka.

Aku tak sengaja melihatnya.
sorototo ku are nin.